Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Pengembangan Teknologi Iradiasi, Pengembangan Tekno-Ekonomi Iradiasi, dan Pengembangan Penerimaan Publik”. Acara diselenggarakan di Gedung Manajemen Kawasan Sains dan Teknologi (KST) BJ Habibie, Serpong, pada Jumat (3/10).
FGD ini menjadi wadah dialog antara periset dan pelaku industri untuk menghimpun masukan, memperkuat jejaring, serta mengarahkan riset dan penerapan teknologi iradiasi di Indonesia agar lebih aplikatif dan berdampak ekonomi.
Kepala ORTN BRIN, Syaiful Bakhri, dalam sambutannya menegaskan bahwa teknologi nuklir harus ditempatkan sebagai solusi yang memberi manfaat nyata bagi masyarakat dengan keselamatan sebagai prinsip utama.
Syaiful menambahkan, kontribusi dunia usaha sangat penting agar riset BRIN mampu menjawab kebutuhan nyata, terutama dalam peningkatan mutu produk ekspor dan perluasan pemanfaatan teknologi iradiasi di sektor pangan maupun nonpangan.
“Indonesia memiliki sumber daya yang sangat strategis untuk pengembangan teknologi iradiasi,” ungkapnya.
Dari sisi keekonomian, Haris Wafa, Direktur PT DJB Botanicals Indonesia, mencontohkan manfaat iradiasi pada komoditas kratom. Produk ekspor ini kerap ditolak di Amerika Serikat akibat kontaminasi Salmonella dan E. coli. “Dengan iradiasi, produk kami lebih aman, berumur simpan lebih panjang, dan nilai jualnya meningkat,” jelasnya.
Pengalaman serupa disampaikan Vita Sihombing, General Manager PT Galih Cipta Wisesa, yang menilai iradiasi gamma efektif menjaga kualitas produk. Sementara Rizki, R&D Manager PT Sari Alam Sukabumi, menyebut teknologi iradiasi berbasis Kobalt-60 sebagai metode terbaik untuk memenuhi standar mutu internasional.
Dari sisi penyedia jasa, Muhammad Yusran dari PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) menegaskan kesiapan industri mendukung pengembangan fasilitas iradiasi nasional, termasuk revitalisasi Irradiator Gama Merah Putih (IGMP).
“Kami berkomitmen menyediakan layanan berkualitas dengan harga terjangkau agar manfaat iradiasi dapat dirasakan lebih luas oleh pelaku usaha,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, BRIN menyoroti pembentukan Pusat Kolaborasi Riset (PKR) Iradiasi Pangan Nasional yang melibatkan mitra strategis seperti Bapanas, Barantin, Kementerian Pertanian, perguruan tinggi, dan industri.